Follow Us @soratemplates

acehplanet
acehplanet

Selasa, 05 Desember 2017

Air Terjun Rerebe

Desember 05, 2017 0 Comments

        Air terjun ini sering di sebut sebagai sungai biru yang terletak di Desa Rerebe, Kec Terangon : Salh satu objek wisata yang paling digemari saat ini umumnya oleh kalangan Anak muda atau remaja. kolam biru biasanya dijadikan sebagai tempat mendi gembira, hingga saat ini objek wisata ini juga belum dikelola secara khusus oleh pihak tertentu.

Genting Kecamatan Pining

Desember 05, 2017 0 Comments

   
Genting Kecamatan Pining :  

      Genting merupakan salah satu objek wisata yang digemari oleh wisatawan lokal dan luar saat ini. baik dari kalangan keluarga juga para remaja. Suguhan kopi luwak asli yang murah serta makanan ringan, dengan suasana sejuk serta kemanjaan yang diberikan panorama Genting, membuat kita lupa sudah duduk berapa jam .


Senin, 04 Desember 2017

Ikan Pengat khas Gayo lues

Desember 04, 2017 0 Comments

Ikan Pengat 

  
   Sangat cocok untuk pecinta alam berpetualang ke kota Seribu Bukit ini, kota yang memiliki pemandangan yang sangat indah.
Sepanjang perjalanan mata kita akan dimanjakan indahnya pemandangan dihiasi bukit-bukit, disana juga terdapat tempat-tempat wisata yang cocok untuk memanjakan mata, seperti air terjun, kolam air panas dan tempat-tempat lainnya.
Selain kekayaan dibidang seni dan budaya Kota Seribu Bukit juga memiliki aneka ragam makanan khas daerah, yang mampu  menggoyangkan lidah penikmat kuliner, diantaranya ikan pengat  yang biasanya dimasak untuk keluarga dan juga dihidangkan disetiap acara kenduri.
Menurut berbagai sumber, ikan pengat ini biasanya dibuat dari ikan air tawar yang kaya akan vitamin seperti mujahir, ikan emas, bawal, lele (Gayo : Mut), keperas, gegaring, dan lain-lain.
Kemudian ikan tersebut diracik dengan bumbu khas yang sangat simpel, diantaranya cabe, bawang, kunyit, kemiri, daun ketumbar atau palam dan sedikit jahe juga bisa ditambahkan bumbu-bumbu lain sesuai selera.
Proses memasaknya juga sangat simpel, setalah dihaluskan semua bumbu kemudian langsung dicampurkan dengan ikan yang sudah dibersihkan dan diberikan garam dan jeruk nipis  kemudian dimasak sampai matang hingga kuahnya kering.
Uniknya lagi dalam proses memasaknya biasanya digunakan periuk yang terbuat dari tanah sehingga rasanya sangat nikmat. Jika dilihat dari bahan-bahan yang digunakan, ikan pengat ini hampir mirip dengan eungkot payeh (ikan pepes).
Bagi urang Gayo, ikan ini menjadi salah satu makana favorit, bahkan disaat mereka diperantauan ikan pengat menjadi salah satu masakan yang dirindukan. Begitu juga bagi mereka yang  pertama kali mencoba ikan pengat ini, tidak sulit untuk bersahabat dengan lidah, karena rasanya maknyus dan cocok dengan iklim yang ada disana.
Ajranuddin, salah seorang mahasiswa  UNSRI Palembang dari Gayo Lues, mengungkapkan nikmatnya ikan pengat ini. “Ikan pengat merupakan makanan khas tradisional Gayo, rasanya sangat lezat dan maknyus membuat kami diperantauan rindu akan enaknya ikan pengat ini, harus dilestarikan masakan ini,” ujar Ajran yang mengaku ingin segera menikmati ikan pengat.
Selain dirumah-rumah, pengat juga bisa didapatkan diwarung-warung. Masakan Gayo yang ada di Gayo Lues. Nah, ingin coba kelezatan dan maknyusnya Ikan pengat khas kota Seribu Bukit, silahkan kunjungi kota Seribu Bukit.

Lemang Makanan Khas

Desember 04, 2017 0 Comments
 Lemang Salah Satu Makanan Khas 


    Tahukah kamu makanan khas Indonesia terbuat dari beras ketan yang dibakar menggunakan bambu? Inilah yang disebut dengan Lemang. Makanan yang hanya ada pada perayaan atau hari-hari tertentu saja.  

    Lemang biasanya dibuat pada menjelang bulan ramadan, hari lebaran, perayaan tahun baru, atau di kampungku biasanya pada saat panen padi. Warga membuat lemang, sebagai tanda keberhasilan atas pertanian mereka.  




Ada juga yang mengkonsumsi lemang dengan rendang serta lauk pauk lainnya. Cara membuat lemang sangatlah mudah.

Bahan : 


1. 1 kg beras ketan.
2. 1 litter santan kelapa.
3. 1 sdt garam halus.
4. 1 tangkai daun pisang (ambil daunnya saja).
5. 2 batang buluh bambu (bersihkan bagian dalam dari buluh bambu tersebut).

Cara membuat : 
·    Mula-mula cuci beras ketan terlebih dahulu kemudian tiriskan. Selanjutnya, tambahkan santan kelapa bersama garam kedalam beras ketan yang telah dicuci tadi.
·  Setelah itu, siapkan bambu lalu lapisi bagian pinggiran dalam bambu dengan daun pisang kemudian tuangkan beras ketan yang telah diberi santan tadi sebanyak ¾ dari bagian bambu, lalu tutupi bagianatas bambu dengan daun pisang.
· Terakhir, Siapkan api lalu bakar bambu yang sudah berisi beras ketan hingga matang.Setelah lemang matang, keluarkan lemang dari bambu kemudian potong-potong lalu sajikan. Selamat mencoba resep dan cara membuat lemang enak dan gurih ini.












Senin, 27 November 2017

Sekilas Tentang Pernikahan Adat Di Gayo Lues

November 27, 2017 0 Comments


Pernikahan Adat Di Gayo Lues 

     Tulisan ini merupakan refleksi penulis dari pernyataan seorang ilmuan asal Belanda bernama Cristian Snouck Hurgronje (1857-1936) dalam bukunya Het Gajo Land en Zijne Bewoners yang terjemahkan oleh Hatta Aman Asnah dengan judul GAYO; Masyarakat dan Kebudayaanya Awal Abad ke-20 terbitan Balai Pustaka tahun 1996.

 Berdasarkan hasil penelitiannya di tanah Gayo Dr. Snouck berkesimpulan bahwa meski mayoritas masyarakat Gayo menganut agama Islam, namun dalam praktek ajarannya Islam akan diterapkan jika telah diterima oleh hukum adat, atau lebih dikenal dengan sebutan teori resepsi.Selanjutnya tulisan ini di buat dengan asumsi bahwa masyarakat Gayo Lues zaman dahulu sangat berbeda dengan masyarakat Gayo Lues pada zaman sekarang, baik dalam pemahaman ajaran Islamnya maupun dalam perubahan-perubahan sosio-budayanya serta pergeseran-pergeseran nilai yang akan berpengaruh terhadap praktek ajaran keislaman serta pengamalannya di masyarakat saat ini. 

Dalam tulisan yang sangat sederhana ini, penulis mencoba memaparkan a). Jenis pernikahan adat Gayo Lues; dan b). Tinjauan hukum Islam terhadap pernikahan adat Gayo Lues.
Agar pembahasan dalam tulisan ini tidak meluas, maka hukum Islam yang dimaksud hanya dibatasi pada pernikahan adat masyarakat Gayo Lues. Selanjutnya pengumpulan data akan dilakukan dengan mengumpulkan sumber bacaan yang relevan dengan pembahasan serta wawancara dengan tokoh masyarakat.

Bagi masyarakat Gayo, agama Islam dengan segala akidah dan kaidahnya merupakan acuan utama perilaku mereka yang bergandeng dengan norma adat . Hal ini terlihat dari pepatah Gayo “murip i kanung edet, Edet i kanung agama” yang berarti hidup di kandung adat, adat di kandung agama. Kendati demikian, adat yang notabene sebagai warisan turun-temurun dari nenek moyang suku Gayo harus terlebih dahulu harus di tinjau dalam hukum Islam, karena adat tersebut bukan produk hukum dari Islam itu sendiri melainkan hasil dari cipta rasa yang berlaku dalam kebiasaan suatu masyarakat tertentu dan dalam lingkup tertentu serta masa tertentu.
Islam sebagai agama yang komprehensif dan kompromistis tidak melarang adanya peran adat dalam praktek kehidupan sehari-hari di masyarakat selama adat atau kebiasaan tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Hal ini didasarkan pada qawa-id al-fiqhiyyah (kaidah-kaidah fikih) yang berbunyi العادة” “محكمه yang berarti adat atau kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat dapat dijadikan hukum. Oleh sebab itu, dalam tulisan ini penulis mencoba melihat kesesuaian adat pernikahan masyarakat Gayo Lues dalam tinjauan hukum Islam.

Dalam pernikahan adat masyarakat Gayo Lues, dikenal beberapa jenis pernikahan, yaitu:
1.    Juelèn, sesuai dengan arti  kata juelen yang berarti "dijualkan", maka pengantin perempuan itu seakan sudah “dijual” kepada kerabat suaminya. Isteri tersebut seakan bukan lagi milik orang tuanya. Seorang gadis yang di jual ini tidak lagi bergaul dengan keluarga orang tuanya, melainkan tinggal di belah/klan suami (patrilokal), hal demikan jika mahar sudah lunas baru istri dapat menetap tinggal di kampung/rumah suaminya.
2.    Angkap, yaitu suami tinggal di belah/klan istri, (matrilokal) hal ini terjadi karena suami  tidak bisa melunasi maharnya. Suami yang berstatus angkap ini sangat rendah derajatnya di masyarakat Gayo, karena suami tidak mampu membawa istri ke lingkungan kampungnya. Walau penyebab lainnya bukan karena ketidak mampuan suami melunasi permintaan adat, namun gadis ini merupakan anak tunggal mertuanya yang tidak ingin berjauhan dengan orang tuanya. Kemungkinan lain disebabkan karena orang tua gadis ini sangat menyukai anak laki-laki yang kemudian menikahkannya secara angkap.   Namun dalam prakteknya kebanyakan pernikahan secara angkap ini terjadi karena ketidak mampuan suami memenuhi untuk permintaan (teniron) orang tua calon isteri secara adat, melainkan suami hanya membayar kewajiban saja menurut ketentuan agama Islam.

Nikah angkap ini terbagi pada empat, yaitu:
a.    Angkap Duduk Edet, suami diwajibkan tinggal/mengikuti istri, selama mahar istri  belum dilunasi. Bila mahar sudah dilunasi, maka suami berhak membawa istri dan anaknya ke kampungnya.  Namun angkap ini memakan waktu yang cukup lama, sehingga pada prakteknya angkap ini sama saja dengan angkap empat mas (angkap nasab)
 b.    Angkap Sentaran, perkawinan dengan perjanjian pemenuhan batas waktu yang telah disepakati. Misalnya karena orang tua istri sudah sangat ozor/tua, sehingga masih memerlukan perawatan. Setelah orang tuanya meninggal maka mereka boleh pindah ke kampung suaminya. Ada pula perjanjian sampai sepuluh tahun, bila misalnya dalam satu tahun suami bisa melunasi mahar istri dia terpaksa menunggu sembilan tahun lagi baru pindah ke kampung suaminya. Materi perjanjian ini beraneka ragam, sesuai dengan kepentingan dan kesepakatan bersama. 
c.    Angkap Empat Mas, suami tidak berhak untuk membawa istrinya untuk selama-lamanya. Suami telah dianggap menjadi anggota kampung istrinya. Status suami tidak dianggap apa-apa. Segala harta yang diperoleh suami  dianggap harta istri. Misalnya rumah yang dibangun suami dari gajinya, maka surat rumah harus atas nama istri demikian yang lain-lain, seperti mobil, sawah, kebun, dan lain-lain. 

3.    Naik (kawin lari), perkawinan yang terjadi karena seorang pemuda melarikan seorang gadis untuk di jadikan istrinya, atau seorang gadis yang menyerahkan dirinya pada seorang pemuda untuk dijadikan teman hidupnya. Mereka biasanya pergi tengah malam untuk pergi kerumah qadhi, atau imem atau KUA kecamatan kampung laki-laki untuk dinikahkan. Oleh qadhi mereka diselidiki apakah mereka sadar, tidak dalam  keadaan mabuk dan sebagainya. Bila qadhi sudah yakin maka dia segera memberitahukan kepada pemegang adat kampung perempuan/gadis.

4.    Mah Tabak, perkawinan seorang pemuda yang langsung menghadap orang tua gadis dengan permintaan untuk dikawinkan dengan anak gadisnya. Menurut pertimbangan laki-laki tersebut bila melalui prosedur biasa dia tidak akan mendapat perempuan yang diinginkannya itu. Oleh karenanya dia pergi menyerahkan diri kepada orang tua perempuan, dan menyatakan maksudnya untuk menikahi anaknya. Pertama kali tentu akan mempertimbangkan permintaan itu dan kemudian biasanya melaporkan kepada kepala desa atau orang tua pemuda.  Sesuai dengan nama proses perkawinan itu, yang datang ini biasanya  membawa tabak  ditambah pedang atau senjata tajam lainnya, tali atau alat pengikat lainnya, cangkul atau alat pembogkar tanah lainnya.
Alat ini diserahkan kepada orang tua gadis dengan pengantar kata: maksud dari membawa alat tersebut yang diserahkan pada orang tua calon isteri adalah bila tidak memungkinkan untuk dinikahkan maka bunuh dengan pedang yang dibawa, seret mayatnya ke kubur dengan tali yang dibawa, dan gali kuburnya dengan cangkul yang dibawa serta timbun mayatnya dengan pangki yang dibawa.
Dalam keadaan demikian, hanya ada dua pilihan bagi orang tua gadis, mengawinkan anaknya, atau bila tidak disetujui, maka terpaksa di bunuh. Namun pada umumnya, perkawinan yang menjadi pilihan.
5.    Ngalih, perkawinan yang terjadi kerena meninggalnya salah satu pihak suami atau isteri. Apabila suami meninggal, maka istri atau janda tersebut "diambil alih"  oleh saudara suami yang meninggal, atau sebaliknya bila istri  yang meninggal, maka suami mengambil saudara istri sebagai ganti istrinya yang telah meninggal tersebut. 
Pernikahan seperti ini dibolehkan dalam hukum pernikahan Islam, karena memiliki landasan yang kuat dalam Al-Qur-an, seperti surat an-Nisa’ ayat 23 yang berbunyi:
Artinya:
"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. 
Ulama fikih (fuqahā) membagi keharaman tersebut menjadi dua kelompok, yaitu haram nikah untuk selama-lamanya (mahrām muabbād), dan haram nikah dalam kondisi tertentu (mahrām muaqqāt).

Ayat di atas merupakan dalil dari larangan pernikahan untuk selama-lamanya yang di bagi menjadi tiga kelompok, yaitu larangan karena nasab (keturunan), mushaharah (perkawinan), dan radha’ah (sesusuan). 
1.    Larangan kerena nasab (keturunan) seperti: ibu kandung dan seterusnya ke atas, anak permpuan dan seterusnya kebawah; saudara perempuan kandung, seayah dan seibu; Bibi yaitu saudara perempuan bapak atau ibu;
anak perempuan dari saudara laki-laki dan anak perempuan dari saudara perempuan (kemanakan).
2.    Larangan karena mushaharah (pernikahan) yaitu: perempuan yang pernah dinikahi oleh ayah atau ibu tiri; perempuan yang telah dinikahi oleh anak laki-laki atau menantu; ibu isteri (mertua); anak dari isteri.
3.    Larangan karena radha’ah (susuan), yaitu ibu dari ayah yang menyusuinya, kerena ia merupakan neneknya juga; Ibu dari bapak susunya, karena ia merupakan neneknya juga; saudara perempuan dari ibu susunya, kerena ia menjdi ibu susunya; saudara perempuan bapak susunya, karena ia menjadi bibi susunya; cucu perempuan bibi susunya, karena mereka menjadi anak perempuan saudara laki-laki dan perempuan dengannya; saudara perempuan sesusuan, baik yang sebapak atau seibu ataupun kandung.  Hal ini sebagaimana yang pernah disabdakan nabi saw:
انّ الله حرم من الرضاع ما حرم من النسب
Artinya:
Sesunggunya Allah mengharamkan dari susuan apa yang telah Allah haramkan dari nasab. 
Pemaparan di atas adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selamanya, namun ada juga keharaman pernikahan yang tidak berlaku selamanya, artinya bila halangan yang menyebabkan mereka untuk menikah telah hilang, mereka  boleh melakukan pernikahan, inilah yang disebut dengan larangan pernikahan sementara (mahram muaqqad).


Adapun orang-orang mahram muaqqad adalah sebagai berikut:
1.    Halangan bilangan mahram, yaitu perempuan yang baru dicerai oleh suaminya yang masih dalam masa iddah tidak boleh dinikahi.
2.    Halangan karena non-muslim atau kafir.
3.    Halangan karena ihrām, yaitu bagi seorang yang sedang melaksanakan ibadah haji atau umrah.
4.    Halangan kerena peristerian, yaitu batas maksimal boleh beristeri adalah empat orang.

5.    Berkeroa, yaitu model pernikahan yang lebih dari satu orang isteri dalam satu waktu (poligami).  Pernikahan seperti ini dibolehkan dalam pernikahan
Islam dengan ketentuan dapat berlaku adil. Seperti dalam firman Allah swt yang artinya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil  Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
Dari beberapa jenis pernikahan yang berlaku di tanah Gayo seperti yang disebutkan di atas, hanya perkawinan mah tabak yang sangat jarang sekali dilakukan, terlebih lagi di zaman belakangan ini belum pernah dilakukan. Namun praktek perkawinan juelèn, angkap, naik, ngalih, dan berkeroa hingga saat ini tetap membudaya di masyarakat Gayo Lues.
Khusus untuk tradisi pernikahan juelen dan angkap, untuk zaman sekarang telah banyak terjadi perubahan, baik akibat hukumnya maupun adat yang telah banyak keringanan. Dalam pernikahan jue misalnya, pengantin perempuan tidak lagi mengharuskan tinggal di belah/klan suami, melainkan sewaktu-waktu dapat ketempat keluarga isteri. Demikian sebaliknya dengan pernikahan angkap, suami tidak diharuskan tinggal di belah/klan isteri, melainkan sesekali dapat ketempat keluarga suami.
Perubahan-perubahan di masyarakat tersebut dalam pandangan Sidi Gazalba pada asasnya berpangkal dari sesuatu yang baru. Suatu yang baru itu mungkin berbentuk konsepsi, ide, benda, yang menimbulkan laku perbuatan baru. Selanjutnya norma baru itu mengubah lembaga sosial yang sudah ada atau membentuk lembaga sosial yang baru. Kemudian suatu yang baru itu akan mengalami tiga tahap dalam kebudayaan, yaitu:
a.    Penemuan usur baru, baik berupa konsepsi, ide, teori, barang dan peralatan.
b.    Invensyen (invention) pengakuan, penerimaan, atau penerapan penemuan itu oleh masyarakat yang bermakna sebagai unsur kebudayaan yang membawa pada norma atau penumbuhan norma baru.
c.    Inovasi (innovation), proses perubahan kebudayaan yang besar, terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
Akibat perubahan dan pergeseran nilai tersebut, untuk pernikahan adat sekarang di Gayo Lues telah dikenal satu akibat hukum baru dari pernikahan juelen mapun angkap, yaitu pernikahan kuso-kini (kesana-kemari) atau dengan sebutan lain murip i he senang (hidup di mana suka), yang bermakna bahwa suami maupun isteri telah mendapat keringanan adat untuk menentukan tempat kediaman mereka.
Perubahan-perubahan terhadap norma adat tersebut menandakan bahwa, masyarakat Gayo Lues zaman sekarang telah lebih sadar dan lebih membaik tentang Islam, baik pengetahuan tentang keislaman maupun  penerapan Islam tersebut di masyarakat, khususnya dalam bidang hukum keluarga Islam (Ahwal Al-Syakhsiyah). Selain itu, norma adat yang secara sunnatullah memang tidak bersifat statis, melainkan dengan sifat dinamisnya yang rentan terhadap perubahan dan perkembangan zaman dengan sendirinya akan berubah sesuai dengan perkembangan zaman dalam suatu masyarakat tertentu dan dalam masa tertentu. Selain itu dalam pandangan penulis, perubahan-perubahan tersebut tidak terlepas dari tingkat pendidikan masyarakat, asimilasi, akulturasi kebudayaan, difusi serta kemudahan mengakses informasi.

A.    Kesimpulan
Pernikahan adat masyarakat Gayo Lues memiliki kesesuaian dengan pernikahan dalam Islam, karena dalam pernikahan adat Gayo Lues tersebut banyak terdapat konsep tolong menolong (ta-awun), musyawarah (al-musyawwah) dan prinsip gotong royong. Kendati masih ada ketidak sesuaian dengan pernikahan dalam Islam, bukan terletak dalam syarat maupun rukun yang harus dipenuhi dalam pernikahan tersebut, melainkan hanya mekanisme pernikahan itu sendiri yang terkadang sedikit memberi kesukaran pada kedua calon pengantin, misalnya dengan tingginya unyuk (uang adat) yang diminta oleh keluarga calon mempelai perempuan. Dengan timbulnya kesadaran masayarakat Gayo Lues tentang pengetahuan dan penerapan Islam, maka adat tersebut telah banyak keringanan.

B.    Saran
Kepada instansi terkait, hendakanya memaksimalkan penelitian, pengawasan dan pembinaan adat Gayo Lues, serta lebih selektif dalam menerapakan adat yang belum sesuai dengan ajaran Islam, karena banyak dari adat tersbut yang harus tetap dipertahankan mengingat manfa’atnya yang besar. Wallahu a’lam
suami maupun isteri telah mendapat keringanan adat untuk menentukan tempat kediaman mereka. 
Perubahan-perubahan terhadap norma adat tersebut menandakan bahwa, masyarakat Gayo Lues zaman sekarang telah lebih sadar dan lebih membaik tentang Islam, baik pengetahuan tentang keislaman maupun  penerapan Islam tersebut di masyarakat, khususnya dalam bidang hukum keluarga Islam (Ahwal Al-Syakhsiyah). Selain itu, norma adat yang secara sunnatullah memang tidak bersifat statis, melainkan dengan sifat dinamisnya yang rentan terhadap perubahan dan perkembangan zaman dengan sendirinya akan berubah sesuai dengan perkembangan zaman dalam suatu masyarakat tertentu dan dalam masa tertentu. Selain itu dalam pandangan penulis, perubahan-perubahan tersebut tidak terlepas dari tingkat pendidikan masyarakat, asimilasi, akulturasi kebudayaan, difusi serta kemudahan mengakses informasi.  

Sumber di ambil dari:

Nama                      : Robi Efendi, M.H.I
Tempat. Tgl.Lahir      : Blangkejeren, 11 Oktober 1989
Perguruan Tinggi       :
                             : S1 Hukum Islam (S.H.I) UIN-SU Medan, 2012
                             : S2 Hukum Islam (M.H.I) UIN-SU Medan 2014
Alamat                    : Desa Penampaan Uken, Kecamatan Blangkejeren,
                              Kabupaten Gayo Lues
Facebook                 : Roby Al-Faruq


My Profil

November 27, 2017 1 Comments

LINDAWATI  
      Saya lahir di Blangkejeren, Pada Tanggal 08 Desember. Saya berasal dari Kota Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues dansaya tinggal bersama orang tua saya. Saat ini, saytercatasebagai mahasiswJurusaManajemeInformatika dan Komputer di AMIKI Banda Aceh.



 

       Berangkat  kuliah jauh dari pada orang tua adalah tantangan yang sangat berat mengingat jarak antara tempat saya lahir dan di besarkan sangatlah jauh waktu perjalanan yang ditempuh selama 18 jam dan juga status saya adalah perempuan dan saya anak tunggal sehingga berat meninggalkan orang tua saya dirumah dan juga ada kekhawatiran yang selalu terlintas dalam pikiran saya,  semua  itsaya coba tenangka denga mengabari   oran tua   saya dirumah.

















Tujuan terbesar hanya lah untuk membahagiakan  orang  tua  saya  dan juga untuk meraih kesuksesan. Pengalaman saya mengukuti Jurusan ManajemeInformatika  Dan Kumputer yaitu pengalaman yang sangat mengesankan bagi saya karena ilmu yang saya dapatkan selama saya menempuh pendidikan perkuliahan di AMIKI sangat lah bermanfaat dalam jenjang karir saya dimasa depan nantinya dan tentunya juga untuk membahagiakan  orang  tua  saya, tercatat saya sekarang sudah masuk di jenjang semester yang ke V (Lima).
 



     Hobby sehari-hari saya selain kuliah dan mengikuti semua Matakuliah saya banyak membaca tentang ilmu Manajemen Informatika Dan Komputer yang saya ikuti di bangku kuliah tujuan nya  untuk  menambah pengetahuan  say aga memudahkan   say dala mendalami matakulia tersebutMott kehidupa saya    “K egagalan    adalah   Kesuksesan   yang Te rt u n d a” . Demikiansedikit profil tentang penulis semoga bisa bermanfaat.